Kalimat Tidak Baku pada Tulisan Kaus Oblong
Nama: Roisah Fathiyatur Rohmah
Nim : 15110015
Kelas: A
Kalimat Tidak Baku pada Tulisan Kaus Oblong
A.
Pendahuluan
Kaus oblong adalah jenis pakaian yang menutupi sebagian lengan, seluruh dada, bahu, dan perut. Kaus oblong biasanya tidak memiliki kancing, kerah, ataupun saku. Model dan warna kaus oblong unik dan
bermacam-macam. Para produsen
menambahkan gambar dan tulisan yang menarik agar para konsumen tertarik dengan
pada kaus tersebut. Kaus oblong juga bisa menjadi identitas dari suatu daerah,
seperti seperti Joger dari Bali, Dagadu dari Yogyakarta, Dadung dari Bandung,
i-queen quality dari pangandaran dan Capung dari Yogyakarta. Pada umumnya,
dalam kaus oblong terdapat tulisan yang mengidentikkan suatu daerah, seperti
tulisan dalam kaus Dagadu yang menggambarkan ikon Yogyakarta dan menambahkan
tulisan yang berhubungan dengan Yogyakarta. Misalnya kalimat “Yogyakarta kota
istimewa”, sejarah berdirinya kota Yogyakarta, Ikon budaya Yogyakarta dan
sebagainya. Namun dalam penulisan tersebut terdapat kesalahan penggunaan bahasa
Indonesia yaitu menggunakan kalimat tidak baku. Kalimat tidak baru merupakan
kalimat yang tidak tersusun menurut kaidah bahasa, dan susah untuk dipahami.
penyebaab kalimat disebut tidak baku jika terdapat kesalahan dalam tanda baca, pemilihan kata
(diksi), struktur bahasa, kelogisan
kalimat, dan lainnya. Penulisan kalimat tersebut memang menarik, tapi kadang
tidak dapat dipahami. Maka dari itu perlu adanya pembenaran dalam penulisan
kaus-kaus oblong dan tidak hanya mementingkan menarik atau tidak menarik. Dalam
analisis ini, penulis melakukan peneitian pada kaus oblong yang digunakan oleh
santri di sekitar Pondok Pesantren Wahid HasyimYogyakarta.
B.
Penggunaan
Kalimat Tidak Baku pada Kaus Oblong.
Kalimat adalah gugusan kata berstruktur atau bersistem yang mampu
menimbulkan makna yang sempurna. Makna yang sempurna adalah suatu makna yang
dapat diterima oleh orang lain sesuai dengan makssud yang dimiliki pembuat kalimatnya.
Dalam penulisan , pembuat kalimat kadang menggunakan kalimat yaang tidak baku.
Kalimat yang tidak baku adalah kalimat yang dari segi bentuknya tidak memenuhi
persyaratan sebuah kalimat, sedangkan dari dari segi isinya tidak mampu menjadi
sarana komunikasi sempurna. Kalimat yang tidak baku, dapat saja berupa kalimat
yang tidak efektif, tidak normatif, dan tidak logis. Suatu kalimat dikatakan tidak
efektif apabila kalimat itu tidak memberikan pengertian kepada pendengar
ataau pembaca sesuai dengan maksud penulis. Kalimat yang tidak normatif,
adalah kalimat yang tidak memenuhi norma-norma pembuat kalimat, mialnya unsur
minimalnya tidak terpenuhi, dan sebagainya. Sedangkan kalimat yang tidak
logis, adalah kalimat yang hubungan antara makna dana gramatikal dengan
makna leksikalnya tidak sesuai dan tidak logis. [1]
1.
Kalimat
tidak Efektif
Suatu kalimat dikatakan efektif apabila suatu kalimat yang mampu
menimbukan kembali ide-ide pada pikiran pendengar (pembaca) seperti yang ada
dalam pikiran pembicara (penulis). [2]
Ada beberapa
faktor yang menentukan efektif tidaknya suatu kalimat. Faktor-faktor tersebut
adalah:
a.
Pemakaian
Tanda Baca
Tanda baca atau tanda diakritik adalah suatu alat kalimat yang
berupa tanda-tanda ekstra lingual seperti koma(,), titik (.), tanda seru (!),
dan sebagainya yang sangat besar peranannya dalam menentukan makna kalimat.[3]

Dalam kaus MZG Lamongan terdapat
tulisan seperti pada gambar diatas , yang hanya menggunakan satu tanda
baca berupa titik(.) pada baris pertama,
pada kalimat berikutnya tidak ada tanda baca. pada kalimat pertama tertulis cendra
mata dari Lamongan kota wisata terdapat tanda baca titik (.), padahal
setelah kalimat ini terdapat kata sambung berupa dengan. Penggunaan kata
sambung menunjukkan masih ada hubungan antara kalimat satu dengan yang lain,
sedangkan tanda baca titik (.) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antar
kalimat. Tulisan ini seharusnya cinderamata dari Lamongan kota wisata.
Terdapat keindahan pantai dan arena permainan menantang dan mendidik yang
dikemas secara lengkap dan unik. Permainan ini hanya ada di wisata bahari
Lamongan.
b.
Bentuk
Kata
Bentuk kata disini adalah perubahan suatu kata. Dalam bahasa
Indonesia ada tiga unsur pembentukan kata, yaitu imbuhan (afiks), perulangan
(reduplikasi), dan pemajemukan (komposisi).Semua perubahan bentuk kata tersebut
besar sekali pengaruhnya terhadap makna suatu kata. Sebab setiap perubahan
bentuk kata akan selalu membawa atau mengakibatkan perubahan makna.
ketidaktepatan pemakaian bentuk kata dalam suatu kalimat, akan menyebabkan
kalimat itu tidak efektif, dan bahkan tidak komunikatif.[4]

Tulisan dalam kaus Balinesia Bali termasuk tulisan yang tidak baku,
karena melanggar bentuk kata. Dalam tulisan ini terdapat kata jadi ,
kata bakunya adalah menjadi, Sebab makna jadi dalam konteks disini berarti tidak ada
usaha, tidak ada yang mengangkat. Jika ditambah dengan me-jadi maka bermakna
diangkat, dipilih (dalam konteks ini). Jadi untuk menjadi direktur harus ada
usaha ataupun pemilihan dan pengangkatan. Maka tulisan bakunya adalah jika
memang bisa menjadi direktur, untuk apa menjadi wakil direktur? jika memang
bisa menjadi presiden, untuk apa menjadi wakil presiden?.
c.
Urutan
Kata
Yang dimaksud urutan kata adalah penempatan kata atau kelompok kata
sesuai dengan fungsi yang dimilikinya. Di dalam kalimat, kata atau kelompok
kata yang memiliki fungsi-fungsi tertentu akan menduduki pola urutan atau
susunan tertentu pula.[5]

Kalimat diatas Istimewa memang statusnya kota Jogja, ada
pembalikan struktur berupa subjek didepan, keterangan dibelakang. Kalimat
tersebut tidak bisa dikatan kalimat aktif maupun pasif, karena tidak memenuhi persyaratan
kalimat aktif maupun pasif. Jika dibentuk kalimat aktif maka tulisannya
a.
Kota Jogja statusnya memang istimewa.
penduduknya
istimewa .Begitu juga kebudayaannya.
atau
b.
Status kota Jogja memang istimewa.
penduduknya
maupun kebudayaannya juga istimewa.
Pada kalimat diatas terjadi perubahan kata orang menjadi penduduk,
karena orang menunjukkan makna satu yaitu perorangan. Sedangkan makna penduduk
mencakup orang-orang yang tinggal di Jogja.
d.
Pilihan
Kata
Pemilihan kata (Diksi) adalah kegiatan memilih kata yang paling
tepat untuk diunakan dalam suatu kalimat sesuai dengan maksud dan situasi yang
diinginkan. [6]
Di dalam bahasa Indonesia kita mengena adanya sinonim. Namun
pengertian sinonim dalam bahasa Indonesia sebenarnya bersifat sinonim semu.
Sebab kata ynag bersinonim belum tentu bervariasi secara bebas, kata tertentu
dalam suatu kalimat belum tentu fungsi dan artinya dapat digantikan sepenuhnya
oleh sinonimnya.

Kaos ber-merk i-queen Quality merupakan kaos oleh-oleh dari
pantai pangandaran. Dalam kaos tersebut tertulis “ Oblong asli pangandaran.
Buah tangan yang dibikin penuh pesona
pantai pangandaran. Sebuah tanda bahwa anda pernah melancong di pantai
pangandaran”. ada sedikit kesalahan dalam tulisan ini, namun ada juga yang
sudah benar.
Tulisan kalimat pertama pada
kaus ini Oblong asli pangandaran
sudah benar. Kalimat kedua Buah tangan yang dibikin penuh pesona pantai pangandaran , penggunaan
kata “dibikin” merupaka kata yang tidak baku, seharusnya menggunakan kalimat “dibuat”. Kata melancong merupakan kata yang
tidak baku, seharusnya menggunakan kata berkunjung .
Penulisan kata Oblong yang
terletak di awal kalimat sudah sesuai menggunakan huruf O besar, begitu
juga kata Buah dan Sebuah karena terletak setelah titik.
Sedangkan kata pangandaran huruf awalnya ditulis dengan huruf kecil,
seharusnya menggunakan huruf besar “Pangandaran” karena pangandaran merupakan
nama sebuah kota jadi harus ditulis dengan huruf besar.
2.
Kalimat
tidak Normatif
Suatu kalimat dikatakan tidak normatif, apabila kalimat tersebut
tidak memenuhi persyaratan struktural. Persyaratan struktular menyangkut unsur
fungsional suatu kalimat. Sedangkan yang dimaksud unsur fungsional, yaitu
fungsi-fungsi tertentu dalam suatu kalimatyang diduduki oleh kata atau kelompok
kata, yang dibedakan atas unsur inti dan unsur tambahan. Unsur inti suatu
kalimat adalah subyek dan prdikat, sedangkan unsur tambahan adalah obtek, baik
penderita (O1), obyek penyerta/berkepentingan (O2), obyek pelaku (O3), maupun
obyek beerkata depan (O4), dan keterangan dengan macam-macamnya. [7]

Kalimat diatas hanya
terdiri dari predikat adalah salah satu dan objek berkepentingan yang
mempunyai nilai seni budaya . Jadi unsur pokok yang tidak dimilikinya yaitu
subjek. Oleh karena itu, tulisan pada kaos tersebut supaya menjadi kalimat
normatif harus diberi subjek berupa Yk Merchandise.
3.
Kalimat
tidak Logis
Logis tidaknya suatu kalimat ditentukan oleh hubngan antara makna
gramatikal kalimat tersebut sengan makna-makna leksikal kata pembentuknya.
Makna gramatikal adalah makna yang timbul setelah dua kata atau lebi disusun
dalam suatu struktur. Ini berarti makna gamatikal suatu kalimaat sangat
berkaaitan dengan makna atau isi kalimaatnya, fungsi kaya-kata atau kelompok
kata yang terdapat di dalamnya, dan satuan-satuan makna yang ada. Sedangkan
makna leksikal adalah makna kata seperti yang terdapat didalam kamus. [8]

Ketidaklogisan pada tulisan kaus diatas adalah makna leksikal kata kenali
Bali dari kaosnya , makna kata tersebut mempunyai makna gramatikal bahwa
mengetahui bali dengan kaus dari bali. Padahal untuk mengetahui Bali , harus
datang ke Bali.
C.
Kesimpulan
Kaus oblong merupakan salah satu bentuk cinderamata suatu daerah. Meskipun
sama-sama kaus, namun kaus oblong seperti Dagadu, Capung, Joger, Dadung
memiliki kekhasan tersendiri, karena terdapat tulisan dan gambar ikon setiap
daerah. Tapi dalam penulisan kaus tersebut terdapat banyak kesalahan yaitu
kalimat yang tidak baku. Diantara faktor-faktor kalimat itu tidak baku adalah
kalimat tidak efektif, kalimat tidak normatif, dan kalimat tidak logis. penulisan
dalam kaus oblong mencakup faktor-faktor ketidakbakuan kalimat. Seperti
penempatan subjek dibelakang, pemilihan kata yang salah, kalimat yang digunakaan
tidak logis, tanda bahasa yang digunakan
salah, dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Azhari, Samlawi. 1995. Cermat Berbahasa Indonesia. (Malang
:Malangkucecwara)
Kusno. 1990.Problematika Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis
Praktis Bahasa Baku. (Jakarta:Rineka Cipta).
Zubad, Nurul.
2011. Bahasa Indonesia Keilmuan.( Malang :UIN Maliki Pers)
[1] Kusno. Problematika
Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku. (Rineka Cipta:
Jakarta).1990. Hal. 127-128.
[2] Zubad, Nurul. Bahasa
Indonesia Keilmuan.(UIN Maliki Pers: Malang). 2011. Hal.54.
[3]Kusno. Problematika
Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku. (Rineka Cipta:
Jakarta).1990. Hal. 128..
[4] Kusno. Problematika
Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku. (Rineka Cipta:
Jakarta).1990.Hal.130.
[5] Kusno. Problematika
Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku. (Rineka Cipta:
Jakarta).1990.Hal. 133.
[6] Azhari,
Samlawi. Cermat Berbahasa Indonesia. (Malangkucecwara: Malang). 1995.
hal. 46.
[7] Kusno. Problematika
Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku. (Rineka Cipta:
Jakarta).1990.Hal.143.
[8] Kusno. Problematika
Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku. (Rineka Cipta:
Jakarta).1990.Hal. 148.
Komentar
Posting Komentar